Archive
Tag "ruang publik"

Tumbuh Subur Tak Terkendali

Tumbuh Subur Tak TerkendaliKarya mural kolaborasi antara Vine Apple dan Deki Utama yang bertajuk waktu 2016 ini tidak perlu dijelaskan lagi sudah sungguh sangat sekali banget dapat dimengerti maksudnya. Tumbuh Subur Tak Terkendali, apanya? Silakan dijawab sendiri-sendiri karena karya ini berada di Jogja. Pasti yang tumbuh subur bukan pepohonan ataua tetanaman di jalanan tetapi hutan-hutan baru berupa tembok-tembok dan beton-beton dan menjulang menjadi bangunan-bangunan yang disebut hotel-hotel dan mall. Silakan tanya pada pemerintah Walikota, Bupati dan Gubernurmu kalau mau tahu lebih detail tentang pertumbuhan dan kesuburan hotel dan mall di Jogjakarta.

Out of the topic dari ketumbuhan dan kesuburan atas hotel dan mall sudah tak terkendali yang jadi art collaboratie antara Vine Apple danVandalized Deki Utama, bahwa sebenarnya gambar foto di atas adalah sudah diedit pakai photoshop oleh dear-mimin karena sebenarnya karya sebenarnya yang ada di tembok seputar Taman Budaya Yogyakarta itu sudah dinodai tagging yang sembrono dan tidak bertanggung jawab berupa vandal gambar yang identik dengan “titit dan manuk“. Pesannya, kalau mau nggambar titit atau manuk mbok yah di kamar mandi saja atau di kamarmu sendiri atau di raimu saja sekalian, jangan di karya orang lain. Kenapa demikian? Coba bayangkan bilamana gambar itu dilihat oleh anak-anak kecil. Bisa jadi mereka akan niru nggambar titit di karya bagus lainya, atau mereka jadi mikir “oh ngrusak gambar orang itu boleh”, pikirknalah sebelum mencoret. Akan lebih baik kalau sekalian ditablek itu karya lalu gambar yang lebih baik dengan teknik apapun yang bertanggung jawab secara estetik dan etika. titik sudah.

catatan RG untuk urbancult.net

Read More

Tentang Karya Seni Jalanan di Lingkungan Stasiun Kereta Api

Hampir sama dengan lingkungan stasiun kereta api lain di Jawa, Stasiun Kereta Api di Parujakan Cirebon juga dilingkupi dengan tembok-tembok yang penuh dengan karya street art. Praduga saya, pasti karya seni ini bukan ulah masinis atau kondektur kereta api, tapi jelas para pegiat seni jalanan yang memanfaatkan lingkungan stasiun kereta api yang “biasanya” punya tembok tinggi dan lebar.

Lingkungan Stasiun Kereta Api Parujakan juga dilingkupi tembok tinggi dan lebar. Tentu saja karya street art ada banyak tampil dan terpasang di tembok-tembok tersebut. Entah kusam karena karya street artnya, entah kusam karena temboknya, entah kusam karena kebijakan yang baru saja dilaksanakan terkait lingkungan di Stasiun Parujakan yang sudah ditembok dan “sekarang diberi pagar tambahan”. Mungkin karena PKL itu menakutkan dan karena para PKL itu menggunakan lingkungan stasiun untuk mencari nafkah, maka tembok-tembok itu sekarang diberi pagar. Jadi ada “tembok yang dijaga oleh pagar” di Stasiun Parujakan Cirebon.

Karya street art, selalu bertengger di tempat semacam ini, karena merekalah yang me”reclaim” tempat-tempat terbuka dan ruang public di jalan. Kenapa selalu ada kesempatan yang terhambat? Kesempatan yang terhambat, apaan sih …. bilang aja nggak boleh. titik

Tapi jangan lupa dengan pesan Sunan Gunungjati, “Ingsun titip tajug lan fakir miskin”

catatan RG untuk urbancult.net

Read More

Salah satu motivasi awal street art adalah membuat “vandalisme cerdas” sebagai cara untuk mengangkat kesadaran sosial dan menyampaikan issue politik secara terbuka kepada masyarakat serta ekspresi atas kebuntuan sistem yang terjadi. Mereka juga merebut ruang-ruang publik (reclaim the streets) dengan pola-pola estetik dan secara kolektif berpartisipasi sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi korporat pemegang kekuasaan dan modal. Ruang publik adalah bagian dari masyarakat sehingga tidak selayaknya terjadi pembiaran iklan-iklan dan reklame komersial baik itu berupa mural, baliho, spanduk, rontek dan sebagainya di ruang publik.

Read More

Poconganpun ikut tampil di Jembatan Kewek :)

Foto diambil akhir Mei 2012 di Underpass Jembatan Kewek bagian timur di tembok sisi barat (Dokumen urbancult Mei – Juni 2012)

 

Read More

Semoga tetap refresh dengan Jembatan Kewek. Selamat menikmati.

Foto diambil akhir Mei 2012 di Underpass Jembatan Kewek bagian timur di tembok sisi timur (Dokumen urbancult Mei – Juni 2012)

 

Read More

“rebut kembali ruang publik” adalah slogan yang sebenarnya nyata untuk masa sekarang, mungkin tidak sekeras seperti memekikkan “merdeka atau mati” pada jaman perang kemerdekaan, tapi setidaknya sangat layak untuk diperjuangkan. Jembatan Kewek menjadi ungu adalah sebuah bukti nyata bahwa saat ini peredaran iklan & reklame visual sudah cukup meresahkan. Iklan-iklan sudah merebut perhatian visual dan menyesakkan mata kita karena sudah sedikit sekali ruang kosong bagi mata kita untuk melarikan diri dari kebeadaan mereka. Mereka ada dimana-mana dan khususnya di kota, mereka hadir dalam beragam bentuk yang mungkin kita sendiri kaget dengan cara yang mereka gunakan. Dengan brutal iklan-iklan itu sudah menggasak tembok-tembok rumah penduduk dari yang di tengah sawah sampai di tengah kota, di jembatan-jembatan umum, di genteng-genteng rumah bahkan orang buang air besar di sungai pun disuguhi iklan di bantaran sungai.

Read More

Aksi nyata pegiat street art sebagai usaha untuk merebut kembali Jembatan Kewek dari upaya-upaya pihak pemodal provider telepon merk AXIS untuk menjadikan Jembatan Kewek sebagai ruang iklan sudah sejak lama dilakukan. Usaha ini sudah mulai sejak Mei 2012 dan Juni 2012 ketika dengan nyata Jembatan Kewek sebagai ruang publik terbuka saat itu secara pelan-pelan berubah warna menjadi ungu sebagai tanda dari kekuasaan brand provider telepon AXIS di Jembatan Kewek. Jelas ini bentuk penyerobotan ruang publik menjadi ruang komersil.

Read More