Archive
Mural

Menurut Anda sebenarnya karya street art itu (selain sebagai ekspresi seni pelaku street art) juga untuk menghias dan mendekorasi wajah kota supaya lebih cantik dan lebih sedap dipandang mata atau justru untuk mengotori kota dan merusak wajah kota yah?

Read More

Pada Rabu, 9 Januari 2013 atau Rebo Pungkasan pada bulan Sapar Kalender Jawa, crew Urbancult.net berkesempatan menghadiri ritual budaya Rebo Pungkasan Kembul Sewu Dulur yang secara reguler diadakan oleh masyarakat di sekitar Bendung Kahyangan, Desa Pendoworejo, Kec. Girimulyo, Kab. Kulon Progo, Yogyakarta. Lokasi ritual budaya tersebut berada di sebuah sungai di dekat bendungan yang disebut Bendung Kahyangan. Ketika di sana, kami sangat kaget melihat banyak batu-batu besar yang berserak di sungai tersebut digambari secara warna-warni. River Art? Mmhmm, mungkin saja, karena letak batu sebagai media karyanya tidak di jalanan seperti “street art” tetapi di sungai.

Begitu melihat batu-batu yang dicat warna-warni itu yang pertama kali muncul adalah rasa “sok lingkungan” dan pertanyaan kenapa mengotori batu-batu cantik yang alami ini. Kami sadar, sesudah cross check dan akhirnya mengerti mengapa para perupa menggambari batu-batu di sungai tersebut. Hal itu dilakukan sebagai “cara unik” yang ditempuh warga dan seniman lokal di sana untuk melindungi batu-batu sungai tersebut dari keserakahan penambang batu. Tidak jauh dari lokasi Bendung Kahyangan ada kegiatan penambangan batu dengan menggunakan mesin-mesin bego besar.

Ketika kami tanya lebih jauh lagi, mereka memakai cat yang bisa tergerus oleh air, bukan cat permanen. Meskipun demikian ada pengakuan jujur dari para “penjaga batu” ini bahwa mereka juga merasa bersalah sudah mengecat dan mengotori batu yang alami ini. Hanya saja menurut mereka ini masih jauh lebih baik untuk ditempuh sebagai cara untuk proteksi, “daripada sungai ini rusak karena batu-batunya hilang ditambang masih lebih baik dirusak dengan cara digambari karena toh sebenanyany ini satu bentuk cara dan simbol melindungi batu-batu dari penambangan dan sesudah beberapa saat kena air cat-cat dan gambarnya akan hilang.”

River art!! Ini pasti cara illegal. Illegal bukan karena mereka berkarya di sungai, bukan karena mereka berkarya di batu, bukan karena menyimpang dari yang mainstream tetapi KARENA MEREKA TIDAK DIAM DIRI dan BERANI menyuarakan pesan: JANGAN AMBIL BATU-BATU dari sungai ini, biarlah kami tetap menjadi batu-batu di sungai ini, jangan tambang kami demi keserakahanmu, biarlah kami tetap jadi batu-batu di Sungai Kahyangan.Belu

Belum lama ini, kami kembali ke sana. Kami bertemu dengan salah satu penduduk. Kabarnya penambangan batu Sungai Kahyangan yang berada di dekat Bendung Kahyangan sudah berhenti. Tidak ada reklamasi pada eks lahan penambangan, sehingga sekarang sulit dikembalikan seperti sedia kala apalagi mengembalikan kesuburan tanahnya. Katanya sekarang sulit untuk ditanamami padi lagi.

Katanya penambangan masih berlangsung tetapi sekarang berpindah lokasi baru ke arah lebih selatan dan mencakup area yang lebih luas dibandingkan dengan lokasi pertama. Ironinya penambangan batu ini melibatkan aparat desa setempat dan entah itu legal atau illegal tetapi ada desas desus tentang ketidakjelasan dari hasil ekonomis penambangan tersebut. Aparat desa itu sekarang jadi calon legislatif.

Ketika kami kembali ke arah Jogja, kami sempat melihat lokasi penambangan batu yang baru yang mencakup area sawah yang cukup luas (lokasi sawah di pinggir sungai yang ada banyak batunya dan nampak jelas dari jalan Pendoworejo).

– hormat sekaligus prihatin –

Read More

Read More

Read More

Here Here

Read More

Kali ini BCR!! dan LTwo menuangkan aspirasi berupa mural Panda yang sedang tidur tapi mengucapkan kalimat “Kapan Jembatan ini Jadi?” seolah-olah menyindir pemerintah yang waktu itu membuat proyek jembatan dari Samarinda menuju Palaran tetapi berhenti ditengah jalan. Berapa dana yang telah keluar untuk pembuatan jembatan sia sia tersebut? Parahnya area pembangunan jembatan terbengkalai yang tinggal beberapa meter lagi tersambung itu sekarang sering disalahgunakan menjadi area balap liar dan tempat mesum. Ini sungguh ironi…

Selengkapnya di blog BCR: [>>link<<]

Read More

Read More

Hari ini Jumat 24 Mei 2013, kebetulan masih di Jakarta di sekitar JCC – Senayan. Siang tadi saya sempat mengambil beberapa foto di bawah flyover di dekat Senayan, entah apa nama jalan itu, tapi yang pasti kemarin petang saya lihat ada “semacam” tibanan berwarna hitam di tembok-temboknya. Rasanya tibanan itu membentuk figur-figur orang. “Pasti itu karya DS 13 yang baru-baru ini dibuat di ibukota” pikir saya. Kamis malam (23 Mei 2013) saya membuka media sosial, sekedar untuk memastikan saja bahwa figur-figur itu adalah foto karya stencil street art yang akhir-akhir ini ditautkan di akun media sosial milik saya. BENAR.

Saya tidak bisa mengkatogerikan “blok-blokan” kelam ini street art jenis apa, atau memang satu karya street art jenis baru yang diciptakan oleh Pemerintah DKI untuk merespon karya street art yang selama ini ada. Hasil “blok-blokan” ini ada banyak sekali siang ini saya lihat di Ibukota Jakarta, paling tidak di sepanjang jalan depan Senayan, dekat TVRI, sekitar sampai pertigaan dekat gedung MPR/DPR. Entahlah, apakah ini benar kebijakan terpopuler di jalan tentang estetika mural dan graffiti yang dibuat oleh Gubernur Jokowi atau mari bertanya kepada Dewan Kesenian Jakarta (entah ada atau tidak, saya tidak tahu) atau mari bertanya kepada Patung Soedirman. Menurut saya, bukannya hasil “blok-blokan” itu malah mengotori pemandangan Jakarta apalgi tidak ada esensi estetika sama sekali untuk kerapian atau ketertiban yang indah di Jakarta.

Semoga ada tindakan dari Dewan Kesenian Jakarta (kalau ada) atau para seniman tentang kebijakan Gubernur Jokowi tentang street art, mural, graffiti di Ibukota Jakarta.

===
JCC, Jumat, 24 Mei 2013
RG for Urbancult.net

 

Read More

Sepertinya tempat ini menjadi ajang untuk keroyokan karya street art yah, saling respon & saling tiban. Asyik juga “Antara Ada dan Tiada” berubah jadi “Antara Bawang dan Brambang” trus ada kepalanya LoveHateLove yang dikembari dengan kepala lin yang mengintip dari belakang… hahaha tapi giginya tinggal tiga, dan pasti sama nih yang membuat respon poster kepala di poster dengan dengan kepala ulat yang melongok.. wong mirip banget caranya bikin gigi dan lidah. Hehehe .. lucu, jadi kayak parodi plesetan karya street art. Lalu tiba-tiba ada yang berunjuk rasa sambil mengepalkan tangannya.

Tapi aduuuh……. banyak sampahnya yah di sini, tuh berserakan.
 

Read More

Yakin 1000% bahwa para pelaku karya ini bukan GENK MOTOR atau GENK SEKOLAH. Pasti teman-teman pintar yang cerdas dan punya perhatian dengan masalah lingkungan, masalah masyarakat dan lalu lintas.

Coba kalau pembuat karya ini adalah anggota GENK MOTOR atau GENK SEKOLAH pasti yang dibuat di tembok ini adalah semata nama kelompok mereka dan tujuannya hanya arogansi semata tanpa ada tendensi untuk menghias tembok apalagi memberikan pesan yang layak.
JOGJA KOTA KREASI.
TETAP ISTIMEWA.
YOGYA MILIK KITA BERSAMA (waaaah.. khusus kalimat terakhir ini cukup dalam, pelaku pasti mau memberi pesan bahwa kota ini bukan milik segelintir orang saja, bukan milik orang jogja saja, tetapi milik bersama yang artinya harus dijaga “ayodya”nya bersama-sama.

JOGJA MILIK KITA BERSAMA. MESINMU BRISIK KAWANS! BUDAYAKAN BERSEPEDA…
Nah ini pasti pelakunya bukan Walikota Jogja atau Bupati-bupati di setiap Jogja. Pasti pelakunya cerdas dan faham tentang bersepeda dan berisiknya mesin kendaraan.

YOGYA MILIK KITA BERSAMA …. dipersembahkan oleh SUPER KREATOR

Read More