Archive
Author Archive

Kali ini BCR!! dan LTwo menuangkan aspirasi berupa mural Panda yang sedang tidur tapi mengucapkan kalimat “Kapan Jembatan ini Jadi?” seolah-olah menyindir pemerintah yang waktu itu membuat proyek jembatan dari Samarinda menuju Palaran tetapi berhenti ditengah jalan. Berapa dana yang telah keluar untuk pembuatan jembatan sia sia tersebut? Parahnya area pembangunan jembatan terbengkalai yang tinggal beberapa meter lagi tersambung itu sekarang sering disalahgunakan menjadi area balap liar dan tempat mesum. Ini sungguh ironi…

Selengkapnya di blog BCR: [>>link<<]

Read More

Street Art Sebagai Media Kampanye

Street art, satu aktifitas berkesenian yang menurut konteks ruang, aktifitas kesenian ini berada di dalam ruang umum atau ruang publik, yang sekarang pengertiannya lebih cenderung untuk mengidentifikasikan pada karya seni rupa yang berada di ruang publik. Meski secara sejarah historis saya belum dapat menemukan titik pasti akan kemunculannya, namun saya mencoba untuk meraba tanda-tanda sejarah yang dapat kita jadikan sebagai kajian bersama tentang eksistensi kesenian street art. Diawali dengan kemunculan karya-karya visual pada dinding-dinding batu atau gua yang dapat kita temukan hampir di seluruh belahan dunia, lukisan dinding gua ini muncul pada zaman batu akhir atau Paleolitik-Mesolitik, dimana hal ini juga merupakan cikal bakal lahirnya tulisan dan munculnya sejarah seni lukis. Hingga pada masa yang lebih modern, dalam sejarah kebangsaan Indonesia misalnya, street art juga mengambil peranan yang sangat signifikan, yaitu pada masa revolusi 45, dimana pada masa itu street art muncul dengan fungsi agitatifnya, berisikan seruan untuk memerdekaan diri dari penjajahan Belanda dan melawan imperialisme barat, dengan esensi yang sama format street art seperti ini muncul hingga akhir pemerintahan Soekarno, dengan seniman-senimannya seperti Soedjojono, Soeromo dan yang lainnya. Pada masa ini street art sebagai penyampai pernyataan atas sikap politik juga muncul di belahan Eropa, baik itu yang berisikan nilai-nilai kemanusiaan hingga propaganda rasial seperti yang dilakukan oleh Nazi. Setelah itu, muncul pula pada akhir tahun 70-an hingga awal 80-an di Amerika, disaat dimulainya komersialisasi atas keberadaan ruang publik, dimana saat itu korporasi mulai masuk, merebut, menguasai dan menggunakan ruang pubik, hingga institusi pendidikan formal seperti sekolahan sebagai wilayah pasar. Atas dasar hal tersebut maka muncul respon yang kini popular dengan sebutan graffiti, dan perkembangan selanjutnya graffiti muncul pada gerbong-gerbong kereta api sebagai bentuk sikap atas buruknya fasilitas transportasi umum yang terjadi saat itu, pada masa ini pulalah terjadi usaha pengkriminalisasian terhadap kegiatan street art, meski pada masa ini street art muncul tidak secara verbal dan lugas namun tetap berisikan esensi kritis sebagai sikap sosial, karena pada masa ini karya street art muncul dengan komposisi teks dengan membawa nama atau singkatan dari nama dan kelompok pembuatnya. Dan untuk konteks Yogyakarta, street art muncul kembali pewacanaannya pada akhir tahun 90-an pada masa Reformasi, pada masa ini street art dalam format graffiti muncul dengan membawa nilai-nilai persatuan, penolakan terhadap korupsi yang dilakukan oleh Negara dan tuntutan untuk dilakukannya reformasi di Indonesia, lalu secara kesenian setelah tahun 1998, wacana street art muncul dengan adanya kelompok kesenian yang bernama Apotik Komik dan Taring Padi, dimana kelompok kesenian tersebut memiliki orientasi pada ruang publik sebagai ruang untuk mempresentasikan karya-karya visual, dan satu program yang sangat berpengaruh pada perkembangan street art di kota Yogyakarta hingga saat ini, yaitu dengan adanya program “Mural Kota” pada tahun 2002 yang digagas oleh kelompok Apotik Komik, dimana melalui program tersebut wacana street art dapat diapresiasikan secara populer hingga sekarang.
Menurut saya, street art sangatlah menarik, dimana ia semacam menggembalikan fungsi seni sebagai bahasa komunikasi yang tidak lagi dibatasi oleh formalitas dan eksklusifitas institusi kesenian. Dan dengan sifatnya yang demikianlah street art sangat tepat untuk media menyampaikan pesan kepada kalayak ramai atau publik, ditambah saat ini ruang pubik kita sangat dipenuhi oleh sampah-sampah visual yang memiliki tendensi atas konsumerisme yang menjadikan kita hidup dalam ketertekanan korporasi, hal ini sangatlah tidak manusiawi, dimana kota dan ruang hidup kita tidak tertata secara estetik dan memposisikan warga hanya sebagai objek pasar belaka. Maka saat ini street art dapat menjadi penyeimbang komposisi visual yang ada di ruang publik, beserta etika dan estetika berkeseniannya.
Dalam era sekarang street art justru terbebas dari keterbatasannya, yaitu kita tidak harus langsung mendapati lokasi atau tempat terpasangnya sebuah karya, namun dengan pesatnya sistem informasi saat ini, kita dapat membagikan dan mendapatkan dokumentasi karya tersebut dengan cara yang mudah dan cepat, seperti halnya dengan menggunakan jaringan internet, informasi tentang keberadaan sebuah karya street art sudah dapat tersosialisasikan dengan mudah dan cepat keseluruh penjuru dunia. Dan ini seperti melengkapi fungsi street dengan segala nilai fleksibelitasnya.
(Tulisan oleh DS-13 – Untuk Kuliah Umum di Religious & Cross-cultural, Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada/ UGM, Yogyakarta.)

Read More

Read More

Read More

Hari ini Jumat 24 Mei 2013, kebetulan masih di Jakarta di sekitar JCC – Senayan. Siang tadi saya sempat mengambil beberapa foto di bawah flyover di dekat Senayan, entah apa nama jalan itu, tapi yang pasti kemarin petang saya lihat ada “semacam” tibanan berwarna hitam di tembok-temboknya. Rasanya tibanan itu membentuk figur-figur orang. “Pasti itu karya DS 13 yang baru-baru ini dibuat di ibukota” pikir saya. Kamis malam (23 Mei 2013) saya membuka media sosial, sekedar untuk memastikan saja bahwa figur-figur itu adalah foto karya stencil street art yang akhir-akhir ini ditautkan di akun media sosial milik saya. BENAR.

Saya tidak bisa mengkatogerikan “blok-blokan” kelam ini street art jenis apa, atau memang satu karya street art jenis baru yang diciptakan oleh Pemerintah DKI untuk merespon karya street art yang selama ini ada. Hasil “blok-blokan” ini ada banyak sekali siang ini saya lihat di Ibukota Jakarta, paling tidak di sepanjang jalan depan Senayan, dekat TVRI, sekitar sampai pertigaan dekat gedung MPR/DPR. Entahlah, apakah ini benar kebijakan terpopuler di jalan tentang estetika mural dan graffiti yang dibuat oleh Gubernur Jokowi atau mari bertanya kepada Dewan Kesenian Jakarta (entah ada atau tidak, saya tidak tahu) atau mari bertanya kepada Patung Soedirman. Menurut saya, bukannya hasil “blok-blokan” itu malah mengotori pemandangan Jakarta apalgi tidak ada esensi estetika sama sekali untuk kerapian atau ketertiban yang indah di Jakarta.

Semoga ada tindakan dari Dewan Kesenian Jakarta (kalau ada) atau para seniman tentang kebijakan Gubernur Jokowi tentang street art, mural, graffiti di Ibukota Jakarta.

===
JCC, Jumat, 24 Mei 2013
RG for Urbancult.net

 

Read More

Hf Sqak x Katun

Blog : www.hfsqak.blogspot.com
Twitter : @hf_sqak
Facebook : askforsqak@hotmail.com

Read More

GUERILLAS adalah salah satu pelaku street art yang banyak menggunakan teknik stencil dalam menuangkan karyanya. Kali ini dengan visual perempuan dalam kungkungan kawat berduri. Mungkin GUERILLAS mau menyampaikan bahwa masih ada perbudakan yang digambarkan dengan sosok perempuan dalam kungkungan kawat berduri, masih ada diskriminasi terhadap perempuan dalam berbagai bidang, masih ada kesenjangan pada kaum perempuan di masyarakat atau memang mau menggambarkan bahwa kaum perempuan tidak bisa bergerak selama dalam kungkungan “kawat berduri”.

Read More

Sepertinya tempat ini menjadi ajang untuk keroyokan karya street art yah, saling respon & saling tiban. Asyik juga “Antara Ada dan Tiada” berubah jadi “Antara Bawang dan Brambang” trus ada kepalanya LoveHateLove yang dikembari dengan kepala lin yang mengintip dari belakang… hahaha tapi giginya tinggal tiga, dan pasti sama nih yang membuat respon poster kepala di poster dengan dengan kepala ulat yang melongok.. wong mirip banget caranya bikin gigi dan lidah. Hehehe .. lucu, jadi kayak parodi plesetan karya street art. Lalu tiba-tiba ada yang berunjuk rasa sambil mengepalkan tangannya.

Tapi aduuuh……. banyak sampahnya yah di sini, tuh berserakan.
 

Read More

“Berharap agar keterpotongan sejarah tidak lagi menjadi tabiat logika generasi yang hidup dan dihidupi oleh ketertindasan petani. Terimakasih untukmu Petani” DS.13.”

Dalam catatannya mengenai karya ini, seperti yang tertulis di atas, DS 13 menyiratkan secara tidak langsung bahwa karyanya mewakili sosok petani dan generasi masa kini. Mungkin sosok perempuan tua bercaping adalah mewakili petani dan sosok perempuan kecil disampingnya adalah generasi muda sekarang. Mereka saling berjabat tangan, seperti mau berkenalan atau ingin mengerti dan memahami satu sama lain.

Hal ini mengingatkan saya ketika beberapa tahun lalu ketika berkunjung di pertanian teman saya di daerah Turi, Sleman, Jogjakarta. Waktu itu bersamaan dengan kunjungan satu kelas Sekolah Dasar dari Kota Jogjakarta. Guru kelas memang sengaja membawa dan mengenalkan murid-muridnya dengan pertanian dan petaninya. Tidak cukup mengherankan ketika ada banyak murid SD yang kebetulan dari wilayah kota tidak tahu bahwa asal muasal nasi yang mereka makan adalah dari beras. Dan banyak diantara mereka yang baru benar-benar tahu bahwa beras itu berasal dari tanaman padi yang ditanam di sawah (selama ini mereka hanya tahu dari gambar buku, informasi dari guru atau dari televisi dan TIDAK TAHU bagaimana wujud mereka yang sebenarnya). Mereka juga pasti tidak tahu bahwa tanaman padi menghasilkan bulir-bulir padi dan harus dipanen dulu sebelum digiling menjadi beras yang siap dimasak. Ada “gabah”, beras dan nasi.

Saya tidak tahu, ini kesalahan sistem pendidikan, sistem sosial atau bangsa ini mengalami kemunduran dalam banyak hal. Namun yang pasti ini apa yang dicatatkan DS 13 atas karyanya ini adalah satu bentuk pertanggunjawaban dan pesan atas karyanya.

RG for Urbancult.net

Kutipan DS 13 diambil dari http://www.facebook.com/photo.php?fbid=10201368176465189&set=a.10201276649097062.1073741826.1197191383&type=1&relevant_count=1

Read More

Yakin 1000% bahwa para pelaku karya ini bukan GENK MOTOR atau GENK SEKOLAH. Pasti teman-teman pintar yang cerdas dan punya perhatian dengan masalah lingkungan, masalah masyarakat dan lalu lintas.

Coba kalau pembuat karya ini adalah anggota GENK MOTOR atau GENK SEKOLAH pasti yang dibuat di tembok ini adalah semata nama kelompok mereka dan tujuannya hanya arogansi semata tanpa ada tendensi untuk menghias tembok apalagi memberikan pesan yang layak.
JOGJA KOTA KREASI.
TETAP ISTIMEWA.
YOGYA MILIK KITA BERSAMA (waaaah.. khusus kalimat terakhir ini cukup dalam, pelaku pasti mau memberi pesan bahwa kota ini bukan milik segelintir orang saja, bukan milik orang jogja saja, tetapi milik bersama yang artinya harus dijaga “ayodya”nya bersama-sama.

JOGJA MILIK KITA BERSAMA. MESINMU BRISIK KAWANS! BUDAYAKAN BERSEPEDA…
Nah ini pasti pelakunya bukan Walikota Jogja atau Bupati-bupati di setiap Jogja. Pasti pelakunya cerdas dan faham tentang bersepeda dan berisiknya mesin kendaraan.

YOGYA MILIK KITA BERSAMA …. dipersembahkan oleh SUPER KREATOR

Read More